Hot News

Kumpulan Daftar Situs Poker Online Yang Banyak Diminati Orang Indonesia

WEBSITE MIN DEPO PROMO DAFTAR
IDRPOKER Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
JAGADPOKER Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
LESTARI QQ Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
HARMONI QQ Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
RAJAPOKER88 Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
JAWARA DOMINO Rp 15.000 • Bonus Rollingan 0.3 • Referral 15% DAFTAR
IDRKASINO Rp 20.000 • Bonus Rollingan 0.8 • Referral 1% DAFTAR


Rabu, 19 Juli 2017

Parah! Gadis Polos ini di Lecehkan Wali Kelas nya Sendiri


Manis77 - Namaku Surti. Anak satu-satunya dari emak dan bapak. Rumahku reyot, hanya gubuk bambu. Kalau menjelang pagi, sinar matahari menembusi dinding-dinding rumahku. Kalau hujan, yah ada bocor disana-sini. Aku tak punya kamar sendiri, tempat tidurku berbagi dengan emak bapak.

Lebarnya benar-benar ngepas. Jadi kalau tidur tidak bisa sembarang berguling-guling. Bisa-bisa aku terbangun di atas tanah esoknya. Yah, rumahku tak berubin. Hanya tanah. Terkadang di beberapa sudut ada lubang semut hitam. Aku suka memancing mereka. Salur dari tanaman kumasukkan ke dalam lubang. Tak lama kemudian pasti ada yang menggigit. Kutarik perlahan. 

Semut hitam yang besar pun muncul ke permukaan, bergelantung di salur. Lalu ia terjatuh ke tanah dan kembali masuk ke lubang. Hihi..lucu. Emakku penjual kayu bakar. Tiap pagi ia selalu ke gunung, mencari kayu-kayu kering untuk dijual. Hasilnya akan digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan lain di pasar. Bapakku pekerja serabutan. Ia akan ambil semua pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. “Mak aku pergi dulu ya ke sekolah,” ucapku seraya memeluk emak yang sedang duduk di kursi. Ia sedang menjahit baju yang robek. Tanganku yang pendek tak dapat merangkul seluruh tubuhnya. 

Kepalaku kuletakkan di dadanya. Rasanya seperti sedang memeluk guling dan meletakkan kepala di dua bantal berbentuk melon yang empuk. “Ya…eh itu topi merahnya mana?” “Oh ya… ampir lupa.” Emakku menoel pipiku, “Nanti disetrap lagi, gak bawa topi.” “Ya dah mak, Surti pergi dulu.” “Hati-hati di jalan.” Cerita Dewasa. Aku berjalan dengan menggantung kedua sepatu hitamku di leher. Aku hanya memakainya kalau sudah tiba di sekolah. Maklum kami miskin. Jadi sepasang sepatu ini hanya ada satu-satunya. Agar tak cepat rusak, aku tak menggunakannya di jalan. 

Selama di perjalanan aku berpikir, 6 bulan lagi, aku akan naik kelas. Pakaian seragam putih merah ini tidak akan kupakai lagi. Berganti dengan yang putih biru. Artinya harus beli seragam lagi. Keluhku. Perlu uang. Setiap kali kebutuhan akan uang mendera, aku selalu gundah. Aku kasihan dengan bapak dan emakku. Raut wajah mereka berubah seperti orang yang sedang berpikir keras, kala aku meminta uang untuk kebutuhan sekolah. Aku bingung. Di sekolah, di jam istirahat, aku suka melihat segerombolan laki-laki yang suka ngisengin anak-anak perempuan. Mereka suka noel-noel bagian-bagian tubuhnya. Yang paling sering jadi sasaran ya itu bagian dada dan pantat. Terus kalau sudah noel, mereka tertawa terbahak-bahak…”Haha…dadanya kecil…” Kadang aku kasihan dengan mereka, tapi kalau ada yang membantu pasti juga turut jadi korban. 

Diangkat-angkatlah roknya, didorong-dorong. Sampai ada yang nagis digituin. Biasanya nanti pasti datang Pak Imam, wali kelasku. Dia akan menghukum gerombolan anak laki-laki itu. Mereka takut dengan Pak Imam. Suaranya berat, sikapnya tegas. Aku kagum dengannya. Suatu waktu Pak Imam memanggilku. “Surti kemari, ikut bapak.” “Iya pak…” Aku diajak masuk ke sebuah ruangan, tempat anak-anak biasanya berkonsultasi. “Silahkan duduk…” “Iya pak.” “Ada yang ingin bapak bicarakan.” “Ada apa?” “…Mengenai uang sekolah kamu.” Aku tertunduk mendengar kata-kata itu. Aku sudah tahu kemana arah pembicaraan ini. Bayaran uang sekolahku memang sering nunggak. Aku sampai malu dibuatnya. Tapi gimana, tidak ada uang. “Kalau kamu sampai tidak membayar lagi bulan ini… kamu harus berhenti sekolah. “Jangan pak! Jangan… nanti pasti dibayar,” ucapku dengan nada ingin menangis. 

Pak Imam terdiam. “Orang tuamu masih belum ada uangnya, yah..?” Aku menunduk, menggeleng. “Hmm..bapak ada solusi…kalau kamu mau….uang sekolahmu akan lunas…” “Apa itu pak…?” Tanyaku penuh harapan. Pak Iman diam sejenak. Kemudian ia memegang lututku. Aku kaget. Tangan itu pun bergerak masuk ke dalam rokku mencoba mengusap pahaku. Otomatis aku tahan. Jantungku berdegup. Aku tertunduk, takut. “Angkat rok kamu…” Aku bingung dengan kata-kata pak Imam. Apa hubungannya dengan uang sekolah? “Angkat rok kamu…biar bapak lihat celana dalam kamu…nanti bapak yang bayar uang sekolahnya.” Aku merasa janggal sekali dengan permintaan Pak Imam, sekaligus malu. Aku mengisut. Pak Imam menghela nafas. “Kalau kamu tak mau, tak apa-apa… tapi bilang yah ke orang tua kamu, minggu depan harus sudah lunas,” ucap pak Iman lembut. Ia menarik tangannya dari rokku dan bangun dari kursi dan menepuk-nepuk kepalaku. Saat ia hendak melangkah pergi, aku merasa harapanku akan melayang pergi bersamanya. Reflek kutahan tangannya. “Kalau Surti angkat rok Surti, uang sekolah Surti lunas?” Tanyaku memastikan kembali. “Ya.” Jawab pak Imam pendek. “Kenapa, kamu berubah pikiran?” Aku mengangguk pelan. 

Lalu ia duduk kembali. “Pak Imam ingin lihat celana dalam Surti?” “Iya.” Aku terdiam. Perlahan kutarik rokku ke atas. Tepiannya mulai melewati lutut. Naik sedikit hampir setengah paha. Pak Imam menatap tak berkedip ke arah kakiku. Tapi kemudian aku rapikan kembali. “Gak bisa begitu Surti…harus sampai celana dalamnya kelihatan…” “Tapi Surti malu….” “Nanti uang sekolahnya lunas, kalau kamu kasih unjuk.” Bayang-bayang aku tak bisa bersekolah lagi membuatku begitu takut. Akhirnya aku angkat lagi rokku hingga CD ku terlihat sedikit. Kuapit rapat-rapat kedua kakiku. “Ayo terus….” pinta pak Imam dengan mata membelalak. Akhirna kuangkat rokku hingga seperut, dan Pak Imam bisa melihat semua CDku yang putih dan kakiku. 

Pak Imam lalu mengeluarkan dompet dan mengeluarkan uang Rp.50.000. “Bapak akan kasih ini…kalau Surti mau lebarin kedua paha Surti…” Lima puluh ribu.. banyak sekali… aku bisa beli seragam nanti… pikirku dalam hati. Tapi aku malu… Pak Imam kembali menghela nafas dan memasukkan kembali uang itu ke dompetnya. “Tunggu, pak,” cegahku buru-buru. Aku menelan ludah. Jantungku berdebar kencang. Lalu kubuka perlahan kedua pahaku. Mempertontonkan daerah kemaluanku ke Pak Imam. Pak Imam menatap bagian bawah tubuhku tanpa berkedip. “Surti…,” panggilnya lirih. “Iya pak….” Lalu ia keluarkan lagi selembar Rp.50.000 “Bapak kasih ini, kalau kamu mau masukin tangan kamu ke dalam CD kamu, dan keluar masukin jari tengah kamu ke lubang kamu.” Aku tidak paham dengan keinginan pak Imam. 

Tap yang jelas aku butuh uang dan aku bisa mendapatkannya saat ini. Maka aku pun memasukkan tangan kananku ke dalam CDku dan mulai mencolok-colok lubangku dengan jari tengahku. Pak Imam duduk tegak tak bergeming, memperhatikan diriku. Mukaku sudah memerah seperti kepiting rebus. “Lebih cepat coloknya,Surti…” Aku lakukan sesuai perintahnya. Aku tak mengerti buat apa.Tiba-tiba saja… aku mulai merasakan sesuatu yang aneh di lubangku ini.Di saat bersamaan lubangku terasa semakin basah dan licin. “Ahh…ah….,” Tanpa disuruh aku colok-colok makin cepat. Oohh… aku tak bisa menahan rasa ini. Apa ini… terasa ada gelombang yang menerjang di dalam tubuhku, aku tak kuasa menahan kencing. Sesuatu seperti memaksa hendak keluar dan…. “AAHHHH!!” Tubuhku mengejang berkali-kali. Sesudah itu aku terkulai lemas dengan celana dalam yang basah. Dan meja juga kelihatannya terkena semprotan kencingku. Lalu pak Imam mengambil tisu dan mengelam cairan yang ada di meja dan kakiku. “Yuk sini, Surti…kita bersihin dulu. Sebelum kamu masuk kelas.” 

Sambil sedikit lunglai aku berjalan mengikuti pak Imam ke WC di dalam ruangan tersebut. Di dalam ruangan kecil berubin putih bersih, pak Imam meloloskan CD ku melewati kakiku. “Di lepas yah..CDnya dah kotor.” Ia menaruhnya di atas tutup toilet duduk. “Tahan roknya.” Lalu ia ambil semprotan air dan menyemprot kemaluanku dan pahaku dengan air. Kemudian ia mengusap-usap kaki dan pahaku untuk menghilangkan cairan tadi. Telapakn tangannya terasa sangat besar dan kasar. Terus terang saja, rasanya baru kali ini ada laki-laki yang menjamahku seperti ini. Mungkin karena tadi aku dah sampai kasih lihat celana dalam dan lebarin paha, aku menjadi tidak terlalu canggung dengan yang dilakukannya kemudian. Lalu jari tengahnya mulai menyentuh kemaluanku dan menggsok-gosoknya sambil disemprot air. 

Setiap kali kurasakan jemarinya menggesek lubang kencingku. Sensasi yang tadi kembali lagi. “Aah..” lenguhku seraya menggerakkan pinggulku. Pak Imam diam, melihat reaksiku. “Kenapa….enak…?” tanyanya kepadaku. Aku mengangguk. Pak Imam tidak bicara lagi dan terus membersihkan kemaluanku. “Nghh….” Kugenggam erat rokku. Alisku merengut menahan rasa itu. Tangan Pak Imam berhenti. Akhirnya selesai, pikirku. “AAhhhh…” tahu-tahu kurasakan sesuatu masuk ke dalam lubangku. “Pak…..Imammh….” Pak Imam merangkul pundakku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Lalu ia duduk di atas toilet duduk. Kulihat ke bawah, jari tengah Pak Imam bergerak keluar masuk lubangku. 

Terdengar nafasnya yang memburu di telingaku. Tangan satunya masuk ke dalam baju seragam dan kaos dalamku dari bawah. Telapak tangannya mengusap perutku lalu perlahan naik ke arah dadaku. Jarinya memelintir-melintir putingku. Apa sih yang dilakukannya, pikirku tak mengerti. “Enak gak, bapak giniin?” Sambil memejam mata, aku mengangguk. Lalu ia berdiri dan menyuruhku duduk di toilet. Pak Imam membuka sabuknya, pengait celananya, dan zippernya. Ia keluarkan benda panjang dengan bulu-bulu di pangkalnya dari celana dalamnya. Aku kaget sampai menutup mulutku. Pak Imam menurunkan tanganku agar tak menutupi mulutku. Ia pegang kepalaku sambil mengocok-ngocok benda panjang itu di depanku. Tidak tahu kenapa, tapi benda itu membuat jantungku dag dig dug. Pak Imam lalu mendekatkan barangnya ke wajahku, lebih tepatnya ke mulutku. Apakah ia ingin memasukkannya ke mulutku? Takuuut…. “Isep Surti…Isep penis bapak….” Aku masih menutup mulutku rapat-rapat. 

Penis itu disundul-sundulnya ke bibirku. “Ayo Surti, buka mulutnya….” PAk Imam mencoba membuka mulutku dengan tangannya. Saat kubuka, benda itu pun langsung masuk. Rasanya seperti Sosis yang sangat besar. “Ngghh ahh…..,” lenguh Pak Imam. Mulutku terasa penuh. Aku bingung dengan perbuatan wali kelasku ini. Kelihatannya ia menikmatinya. Pak Imam menahan kepalaku sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya. “Ohh….Surti…enak sekali….” Tiba-tiba kami mendengar ada suara beberapa orang masuk ke dalam ruangan. Kami berdua kaget sekali. Pak Imam langsung buru-buru mencabut barangnya dari mulutku dan memasukkannya susah payah kembali ke celana dalamnya. Aku juga buru-buru merapikan seragamku tanpa suara. Semoga saja mereka segera keluar ruangan, pikirku. 

Pak Imam tampak pucat pasi. Raut wajahnya seperti orang ketakutan. “Eh bentar, gw ke WC dulu yah…,” terdengar ucapan salah satu dari mereka. Aku hanya menatap Pak Imam, berharap ia tahu apa yang harus dilakukan. Suara langkah itu makin dekat. makin dekat. “Ah! Loe, kita mesti cepet. Ntar aja nanti di istirahat kedua!” “Eh, eh…aduh…ampun deh, pipis aja gak boleh.” “Ntar telat nih.” Suara yang kedua tampak sedang menarik orang tadi pergi. “Fuh….” Pak Imam tampak lega sekali. “Surti… kembali ke kelas gih, sudah masuk tuh.” “Iya pak…” “Simpan uangnya baik-baik yah, jangan kasih tahu siapa-siapa.” “Iya pak…” Pengalaman itu hanya kusimpan sendiri. Tak kuceritakan kepada siapa-siapa. Terus terang aku tak tahu apa yang terjadi waktu itu. Rasanya aneh. Setelah hari itu, saat mandi aku suka memainkan kemaluanku dengan tanganku. 

Kadang kuusap-usap, kadang aku masukkan jari. Aku mencoba memahami apa yang kurasakan waktu itu. Rasanya memang enak. Semakin hari, aku semakin tak bisa lepas dari kebiasaan ini. Setiap kali ada kesempatan, pasti aku mainin lubangku. Apalagi kalau di kelas, aku kan duduk di depan. Pak Imam masih suka menawarkan Rp.50.000 agar aku mau melebarkan kakiku. Lalu ia pura-pura menjatuhkan sesuatu, agar ia bisa mengintip isi rokku. Kelakukannya suka mengusik hasratku. Aku terpaksa menyalurkan kebutuhanku di WC sekolah atau di dalam gudang sekolah yang tidak ada orang. Saat aku melakukannya, aku membayangkan kejadian di ruang konsultasi itu dan di WC, sampai akhirnya aku terkencing lagi.
agen casino online terbaik Indonesia
close
agen poker online terpercaya indonesia